Wednesday, January 12, 2011

Memikirkan kebahagiaan bererti memikirkan apa yang terjadi sebelumnya dan apa yang akan terjadi nanti dan sampai batas tertentu, berfikir terlalu jauh itu,boleh mengusik kebahagiaan itu sendiri." "Jangan berputus asa jika otak tumpul dan kurang cerdas, kerana seseorang yang tumpul otaknya tetapi tidak berputus asa lebih maju daripada orang yang cerdas tetapi pemalas.



 
BACAAN AL-FATIHAH UNTUK KEDUA ORANG TUA
Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Membacakan surat Al-Fatihah untuk kedua orang tua yang telah meninggal atau yang lain merupakan perbuatan bid’ah karena tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya Al-Fatihah boleh dibacakan untuk orang yang meninggal atau arwah mereka, baik itu orang tuanya atau orang lain. Yang disyariatkan adalah mendo’akan bagi kedua orang tua dalam shalat dan sesudahnya, memohonkan ampunan dan maghfirah bagi keduanya dan sejenisnya yang termasuk doa yang bisa bermanfaat bagi yang sudah meninggal.

[Nur ‘Alad Darbi, Juz III, I’dad Fayis Musa Abu Syaikhah]


MENGUPAH QARI’ UNTUK MEMBACA AL-QUR’AN
Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Mengupah seorang qari’ untuk membacakan Al-Qur’an bagi orang yang telah meninggal termasuk bid’ah dan makan harta manusia dengan tidak benar. Karena bila seorang qari’ membacakan Al-Qur’an dengan tujuan untuk mendapatkan upah atas bacaannya, maka perbuatannya termasuk kebatilan, karena ia menginginkan harta dan kehidupan dunia dari perbuatannya tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

“Artinya : Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” [Huud : 15-16].

Perkara ibadah -termasuk membaca Al-Qur’an- tidak boleh dilakukan dengan tujuan duniawi dan mencari harta, akan tetapi harus dilakukan dengan tujuan untuk medekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang qari’ yang membaca Al-Qur’an dengan diupah, maka tiada pahala baginya, dan bacaannya tidak akan sampai kepada orang yang telah meninggal. Harta yang dikeluarkan merupakan harta yang sia-sia, tidak bermanfaat. Kalaulah harta itu digunakan untuk suatu sedekah atas nama orang yang meninggal, sebagai ganti dari mengupah seorang qari’, maka inilah perbuatan yang disyariatkan dan bisa mendatangkan suatu manfaat bagi orang yang telah meninggal.

Maka menjadi kewajiban bagi para qari untuk mengembalikan harta yang telah mereka perolah dari manusia sebagai upah atas bacaan yang mereka lakukan atas orang yang telah meninggal, karena menggunakan harta tersebut tergolong makan harta manusia dengan cara tidak benar. Dan hendaknya mereka takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon kepadanya untuk memberikan rizki kepada mereka dengan cara selain cara yang haram tersebut.

Bagi setiap muslim hendaknya tidak makan harta manusia dengan cara yang tidak disyariatkan sedemikian ini. Benar bahwa membaca Al-Qur’an termasuk salah satu ibadah yang utama, barangsiapa membaca satu haruf dari Al-Qur’an maka akan mendapatkan suatu kebaikan, dan suatu kebaikan mendapatkan balasan sepuluh kali lipat. Tapi itu bagi orang yang niatnya benar dan hanya menginginkan keridhaan Allah semata serta tidak menginginkan suatu tujuan duniawi.

Mengupah seorang qari untuk membacakan Al-Qur’an bagi orang yang telah meninggal : Pertama : Termasuk perbuatan bid’ah, karena tidak ada dari para salaf shalih yang melakukannya. Kedua : Bahwa perbuatannya termasuk memakan harta manusia dengan cara tidak benar, karena suatu ibadah dan ketaatan tidak boleh mengambil upah karenanya.

[Nur ‘Alad Darbi, Juz III, I’dad Fayis Musa Abu Syaikhah] [Disalin dari kitab 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penulis Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Penerjemah Ahmad Amin Sjihab, Penerbit Darul Haq